Budaya Fi Ahsani Taqwim

Fi Ahsani Taqwim : Menuju Kesempurnaan Insani

Dalam setiap helaan napas dan langkah kaki, kita diberi amanah untuk mencapai potensi tertinggi sebagai manusia. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Tin ayat 4 :

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Ayat ini bukan hanya pernyataan tentang penciptaan fisik yang sempurna, melainkan juga seruan untuk mencapai kesempurnaan akhlak dan amal. Inilah yang menjadi landasan bagi enam budaya "Fi Ahsani Taqwim" yang akan membimbing kita menuju kehidupan yang bermakna dan diridhai Allah SWT.

1. Bertaqwa : Fondasi Kehidupan

Bertaqwa adalah pondasi utama dalam menjalani hidup. Ia berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dengan kesadaran penuh bahwa setiap gerak-gerik kita selalu dalam pengawasan-Nya. Ketakwaan menghadirkan rasa takut sekaligus cinta kepada Sang Pencipta, mendorong kita untuk senantiasa berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. Ia adalah kompas yang menuntun kita dalam setiap keputusan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 197 :

"...Berbekallah, karena sesunggianya sebaik-baik bekal adalah takwa..."

Seorang individu yang bertaqwa akan memiliki integritas yang tinggi. Dalam setiap pekerjaan, ia tidak akan mencari keuntungan sesaat dengan cara yang tidak halal. Ia akan selalu memastikan bahwa tindakannya selaras dengan nilai-nilai agama, menjauhkan diri dari korupsi, kecurangan, dan segala bentuk ketidakadilan. Ketakwaannya adalah benteng yang melindunginya dari godaan dunia.

2. Profesional : Ikhtiar Terbaik

Profesional berarti mengerjakan setiap tugas dengan keahlian, tanggung jawab, dan dedikasi penuh. Ini mencakup etos kerja yang tinggi, ketepatan waktu, kualitas hasil, serta komitmen terhadap standar terbaik. Profesionalisme adalah wujud syukur kita atas potensi yang diberikan Allah, dengan menggunakannya secara optimal untuk memberikan manfaat.

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 97 :

"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan pasti akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Seorang guru profesional tak hanya menguasai mata pelajaran yang diajarkannya, tetapi juga mahir merangkai pembelajaran yang menarik dan relevan, seperti seorang ustadz yang selalu membawa kisah inspiratif atau eksperimen langsung ke kelas sainsnya. Dia adaptif terhadap gaya belajar setiap siswa, sabar membimbing yang kesulitan, dan tak henti mencari ilmu baru melalui pelatihan atau membaca buku, memastikan materi yang disampaikan selalu terkini. Lebih dari itu, ustadz menjalin kolaborasi erat dengan orang tua dan rekan guru, menciptakan ekosistem belajar yang suportif di mana setiap anak merasa dihargai, tumbuh, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

3. Berkolaborasi : Kekuatan Bersama

Berkolaborasi adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, menyatukan ide dan kekuatan demi mencapai tujuan bersama. Dalam kolaborasi, ego pribadi dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar. Ini adalah manifestasi dari ukhuwah Islamiyah, di mana setiap individu saling melengkapi dan mendukung.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ma'idah ayat 2 :

"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."

Guru-guru kelas di SDIT di Temanggung secara rutin menunjukkan semangat kolaborasi yang tinggi. Misalnya, ketika menyusun rencana pembelajaran untuk tema "Lingkungan Bersih dan Sehat," Ustadzah guru kelas 1 dan Ustadz kelas 2 berdiskusi aktif untuk menyelaraskan capaian pembelajaran, metode pengajaran, dan proyek siswa agar ada kesinambungan antar jenjang. Mereka bahkan kadang saling bertukar ide kegiatan praktik di luar kelas, seperti kunjungan ke bank sampah atau kampanye kebersihan di lingkungan sekolah, memastikan bahwa pesan edukasi tersampaikan secara komprehensif dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang kaya dari berbagai perspektif guru. Kolaborasi ini tidak hanya memperkaya proses belajar mengajar, tetapi juga mempererat hubungan antar guru demi kemajuan seluruh siswa.

4. Bertumbuh : Pembelajaran Sepanjang Hayat

Bertumbuh berarti memiliki semangat untuk terus belajar, mengembangkan diri, dan meningkatkan kualitas. Ini mencakup peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan. Hidup adalah proses pembelajaran tiada henti, dan setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Allah SWT berfirman dalam Surah Taha ayat 114 :

 "...Dan katakanlah (Muhammad), 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.'"

Seorang muslim yang berbudaya bertumbuh akan selalu haus akan ilmu. Ia tidak akan cepat puas dengan apa yang sudah ia kuasai. Ia akan mengikuti pelatihan, membaca buku, mencari mentor, atau bahkan belajar dari kesalahan. Seorang guru, misalnya, yang terus meng-upgrade metode pengajarannya dan memahami perkembangan psikologi anak, akan mampu memberikan pendidikan yang lebih efektif dan relevan bagi murid-muridnya.

5. Berdampak : Menebar Kebaikan

Berdampak berarti menjadikan keberadaan kita sebagai sumber manfaat bagi lingkungan sekitar dan sesama. Setiap tindakan, sekecil apapun, harus memiliki nilai positif yang dapat dirasakan oleh orang lain. Ini adalah bentuk nyata dari khairunnas anfa'uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya).

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Anbiya ayat 107 :

"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."

Individu yang berdampak tidak hanya memikirkan diri sendiri. Seorang pengusaha yang menciptakan lapangan kerja, seorang aktivis lingkungan yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan, atau seorang relawan yang membantu korban bencana, adalah contoh nyata dari pribadi yang berdampak. Mereka meninggalkan jejak kebaikan yang terasa manfaatnya jauh melampaui diri mereka sendiri.

Seorang guru TKIT di Temanggung secara aktif menerapkan budaya berdampak melalui proyek "Kebun Kecilku" di sekolah. Ia membimbing murid-muridnya menanam sayuran dan buah-buahan sederhana di halaman sekolah, tidak hanya mengajarkan mereka tentang proses pertumbuhan tanaman, tetapi juga menanamkan nilai kepedulian terhadap lingkungan dan sesama. Hasil panen dari kebun tersebut tidak hanya dinikmati bersama di sekolah, tetapi juga sebagian kecil didonasikan ke panti asuhan lokal, mengajarkan anak-anak tentang pentingnya berbagi dan merasakan langsung dampak positif dari tindakan kecil mereka terhadap komunitas sekitar. Ini menjadi bukti nyata bagaimana pendidikan usia dini dapat menumbuhkan jiwa sosial dan kepedulian, menciptakan dampak positif yang melampaui tembok kelas.

Klik Pengantar Budaya Berdampak

6. Bahagia : Syukur dan Ridha

Bahagia dalam konteks "Fi Ahsani Taqwim" bukanlah sekadar euforia sesaat, melainkan kebahagiaan sejati yang lahir dari rasa syukur, qana'ah (ridha), dan kedekatan dengan Allah. Ia adalah ketenangan hati yang muncul ketika kita telah berikhtiar maksimal, bertawakal sepenuhnya, dan menerima setiap ketentuan-Nya dengan lapang dada.

Allah SWT berfirman dalam Surah Ar-Ra'd ayat 28 :

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

Meskipun dihadapkan pada berbagai cobaan, seorang yang menerapkan budaya bahagia akan tetap bersyukur. Ia melihat setiap kesulitan sebagai ujian dan setiap kemudahan sebagai nikmat. Seorang yang kehilangan pekerjaannya mungkin merasa sedih, namun ia segera bangkit, mengingat bahwa Allah akan memberinya jalan keluar dan ia ridha dengan ketetapan-Nya, mencari peluang baru dengan penuh optimisme. Kebahagiaannya bukan terletak pada kesempurnaan dunia, melainkan pada ketenangan hati karena dekat dengan Ilahi.

Enam budaya "Fi Ahsani Taqwim" ini adalah peta jalan kita menuju kesempurnaan insani. Dengan mempraktikkannya dalam setiap aspek kehidupan, kita tidak hanya akan meraih kesuksesan di dunia, tetapi juga kebahagiaan abadi di akhirat. Mari kita jadikan setiap langkah sebagai ibadah, setiap usaha sebagai bakti, dan setiap napas sebagai syukur, demi mencapai predikat sebagai manusia yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.